Oke setelah makan dan memberi makan kucing yang ditinggal anaknya (ga penting ya?) mari kita lanjutkan bahasan lucu tentang Agus Yudhoyono anak SBY.
Sejak awal, sudah sangat jelas Agus kesulitan menjawab pertanyaan Najwa. Beberapa kali malah menjawab dengan balik bertanya, mungkin karena saking emosinya.
Jika pertanyaan menjebak atau menyudutkan seperti kalau bukan anak SBY apa bisa dicalonkan? Itu hanya pertanyaan hiburan. Tidak fundamental dan krusial bagi sistem politik Indonesia. Tapi kalau soal visi misi, saya dan semua rakyat Indonesia pasti sepakat bahwa itu bukan hal yang main-main. Harus jelas dan paham, bukan berfungai seperti teks yang dihafalkan sebelum masuk ujian. Namun sebelum membahas yang serius, mari saya ajak bahas yang lucu-lucu dulu, sebab ini saling berkaitan.
Najwa: biasanya kalau orang memilih calon pemimpin itu ada beberapa hal, salah satunya rekam jejak. Dan itulah yang saya ingin anda bercerita ke publik karwna banyak yang belum tau nih rekam jejak Agus. Misalnya Mas Agus, keputusan terbesar yang pernah anda ambil yang kemudian memiliki dampak ke publik. Bisa ceritakan ke kami?
Agus: ya ini keputusan terakhir ini. Saya pikir
Najwa: itu kan keputusan yang anda ambil pribadi, maksud saya keputusan yang anda ambil yang kemudian membawa dampak ke publik.
Bagian ini saya pikir Najwa yang gagal paham. Hahaha keputusan yang diambil Agus kan berdampak ke Demokrat? Hihi (sekali-kali boleh lah Pakar Mantan ikutan gagal paham). Oke lanjut…
Agus: keputusan dalam…?
Najwa: kapasitas anda selama ini
Agus: oh saya pikir banyak keputusan saya ambil. Tentu dalam konteks perjalanan karir saya sebagai perwira militer.
Najwa: apa misalnya Mas?
Agus: ya banyak sekali, saya tidak bisa jelaskan karena…
Najwa: satu aja kalo gitu
Agus: urusan TNI itu urusan negara yang kadang tidak bisa dijelaskan di ruang publik.
Nah kalau ini Pakar Mantan yang gagal paham. Benar TNI itu sangat dekat dengan rahasia negara. Jadi kadang mereka tak bisa banyak cerita. Namun rekam jejak, pengalaman, keputusan dan kepemimpinan saya pikir bukanlah rahasia negara. SBY saja sering bercerita tentang kehebatan-kehebatannya di masa lalu.
“Saat itu, kita menyumbang satu batalyon zeni, batalyon medis, pengamat militer serta kontingen dari kalangan sipil. Banyak perwira-perwira Indonesia baik dari TNI maupun Polti yang jumlahnya lulusan. Tapi mereka harus kembali ke Tanah Air karena tidak lulus bahasa Inggris dan tes mengemudi. Kita berikan pusat bahasa agar siapapun yang ikuti ujian akan lulus. Baik taktik militer, bahasa maupun mengemudi,” cerita SBY saat berpidato pada peresmian IPSC di Sentul, Jawa Barat. Cerita tersebut merupakan kejadian tahun 1995.
Kenapa Agus tidak bisa menceritakan rekam jejaknya? Tentang keputusan yang diambil dan memiliki dampak. Kemungkinannya dua, Agus tak punya pengalaman memimpin dan mengambil keputusan yang berdampak, karena semua dari atasan. Atau bisa juga karena Agus tidak paham pertanyaan Najwa. Muahahhaha.
Kalau soal anggaran, strategi militer dan sejenisnya itu memang sangat rahasia, tidak etis juga. Tapi kalau pengalaman yang sudah selesai seharusnya bukan lagi rahasia. Atau jangan-jangan ada banyak rahasia? Hihihi
Tapi saya pikir Agus tidak paham dengan pertanyaan Najwa. Karena setelah diberikan perbandingan antara Ahok yang jadi Gubernur, keputusannya berdampak pada 10 juta sekian penduduk. Atau Anies mantan menteri, keputusannya berdampak ke sekian orang.
“yang jelas saya banyak mengambil keputusan untuk menigkatkan profesionalisme prajurit yang saya pimpin, dan juga kesejahteraan keluarga prajurit. Yang itu semua berada di bawah komando dan kendali saya.
Tentu tidak bisa dibandingkan, tadi mengatakan sepuluh juta, kemudian sebagaia menteri, kemudian saya sebagai komandan batalion. Tetapi bagi saya yang paling penting adalah bukan skopnya saja, tapi prinsiplenya apa. Leadership prinsiple itu berlaku universal. Dan saya juga menggunakan banyak pengalaman yang saya dapatkan selama di TNI untuk bisa saya aplikasikan secara relevan di wilayah pengabdian yang lainnya” jelas Agus panjang kali lebar.
Najwa: oke berarti kalau saya tanya berapa besar anggaran yang pernah dikelola, juga anda akan menjawab hal yang sama? Itu tidak relevan?
Agus: ya, tidak relevan menurut saya
Najwa: tapi berapa banyak sih Mas Agus, pernah tidak mengelola anggaran dalam jumlah yang besar?
Agus: ya sekali lagi anggaran itu tentu dalam hubungan TNI. Itu sudah ditentukan setiap batalion itu berkisar, hampir sama di seluruh batalion. Tidak bisa saya jelaskan di sini.
Najwa: berarti tidak bisa dibandigkan dengan DKI 67 triliun, kemudian itu….sangat jauh ya?
Agus: oh…ya dong.
Najwa: berarti rekam jejaknya tidak bisa apple to aplle?
Agus tidak apple to apple
Kalau mendengar pernyataan ini saya pikir ada tiga kemungkinan. Pertama Agus malu menyebut angka yang mungkin hanya puluhan juta rupiah. Kedua, Agus takut nominal tersebut nanti bermasalah di kalangan TNI, entah karena terlalu besar atau terlalu kecil. Atau yang terakhir sebenarnya Agus tak pernah tau dan mengelola anggaran.
Najwa: berarti satu lagi, kalau tadi anda banyak cerita batalion itu berarti berapa banyak staf yang pernah dipimpin Mas Agus?
Agus: shaha saya tau arahnya adalah apakah saya mampu untuk menghadapi ini semua? Langsung nanya gitu aja mbak, Ehe ya kan? Muter-muter dia haha muter muter muter
Najwa: yang saya tanya rekam jejak berdasarkan itu
Agus: betul, jadi begini saja, saya tau pertanyaannya adalah apakah saya mampu, masih muda dianggapnya pengalaman belum banyak, nol mungkin di bidang politik. Tapi begini, saya memberikan keyakinan bahwa kepemimpinan itu yang penting adalah goodwill dan juga sincerity. Tidak sedikit generasi muda….
Najwa: tapi menilai goodwill dan sincerity tentunya dari rekam jejak. Karenanya pertanyaan-pertanyaan itu saya ajukan
Agus: tidak sedikit generasi muda yang mendapatkan kesempatan untuk memimpin dan sukses. Kita lihat semua orang punya start nol. Ada titik startnya. Berarti berawal dari garis nol, begitu.
Hoaaaamz…..ini yang muter-muter siapa sebenarnya? Haloooo tukang odong-odong, tolong minta mesin yang lambang mercy biar sedikit kencang puterannya. Hahahaha
Najwa: pertanyaan saya sederhana sebetulnya, berapa banyak staf yang pernah dipimpin?
Agus: staf saya ada 20
Najwa: 20 orang, baik kita akan break….
Ngahahahaha okelah, mari kita masuk ke bahasan yang lebih serius.
Agus tak paham visi misinya sendiri
Agus yang sejak awal hanya memberikan jawaban muter-muter, di segmen akhir sempat berkembang menjadi jawaban-jawaban teori ngambang. Seperti soal gap ekonomi yang terlalu tinggi, memberi tambahan skil agar bisa berkompetisi. Kita harus peduli bla bla bla.
Saat ditanya apakah itu belum berjalan sekarang atau sudah berjalan tapi belum optimal. Jawabnya belum optimal. Namun setelah ditanya apa langkah-langkah yang akan diambil?
“Tentu tidak bisa saya bongkar di sini satu persatu”
Menariknya, kalimat tersebut seperti menjadi kalimat sakti untuk menjawab pertanyaan Najwa selanjutnya.
Najwa: meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana transportasi publik yang terpadu dan andal. Ini program aksi Mas, aksinya di mana Mas?
Agus: kenapa?
Najwa: aksinya spesifiknya akan seperti apa?
Agus: kita lihat bahwa memang penduduk Jakarta ini kan makin lama makin bertambah. Kita tidak bisa mencegah urbanisasi begitu saja. Tapi perlu semakin kita revitalisasi sarana dan prasarana transportasi kita . Apa yang sudah ada kita perkuat kita berdayakan. Tetapi juga kita tau bahwa jumlahnya pun mungkin masih kurang, begitu ya. Untuk bisa mengakomodasi seluruh kepentingan warga Jakarta. Nah inilah yang nanti kita perkuat, terutama bagaimana menciptakan…
Najwa: apa misalnya, menambah…kongkritnya menambah apa?
Agus: transportation hub itu juga harus diperkuat. Sehigga waktu tempuh seseorang menuju ke lokas pekerjaan itu semakin berkurang. Saat ini rata-rata penduduk menghabiskan bisa mencapai 30% dari pendapatannya untuk transportasi. Dan juga berpengaruh terhadap waktu yang terbuang di perjalanan. Tentu kita berupaya untuk menurunkan waktu tempuh tersebut dan akhirnya menjadi lebih produktif
Najwa: dengan cara?
Agus: ya dengan menambah transportasi umum, meningkatkan kualitasnya, kemudian kemudahan, aksesnya diperbanyak ke semua tempat. Dan juga lebih ramah untuk kaum difable. Dan semua tentunya dalam konsep terintegrasi dengan tata ruang yang ada di Jakarta.
Sampai di sini pembaca seword.com bisa paham? Atau ada yang bisa dipahami Agus mau ngapain? Ini kan program aksi, penjelasan, tapi sangat jelas Agus tidak memahaminya.
Apalagi saat Najwa bertanya apa program Ahok belum jalan atau yang akan spesifik berbeda? Lalu jawabannya sama seperti seminggu yang lalu saat Agus baru mendaftar ke KPU. “Pada saatnya saya akan menceritakan itu, sekarang belum masa kampanye. Tentu tidak elok bagi saya untuk menceritakan aksi secara langsung.”
“Tapi sudah ada?” Tanya Najwa
“Sudah dibicarakan.”
Ngahahahahahahahaa sudah dibicarakan ini maksudnya sudah bicara tapi belum selesai, dalam arti proses. Atau sudah selesai dibicarakan? Mbuh….mumet muter muter.
Tapi Najwa telaten bertanya “kalau soal ini Mas, soalnya ini kan sudah dipublish oleh KPU. Karenanya kemudian kami memperoleh ini. Soal bagaimana program aksi meningkatkan kualitas normalisasi bantaran saluran sungai waduk dan situ. Adakah rencana spesifik yang akan dijalankan?”
“Sama seperti jawaban saya di awal tadi, nanti pada saat masa kampanye. Kita bersabar dulu saya bisa akan menjelaskan secara lebih terelaborasi,” jawab Agus Yudhoyono.
Nghahahahahahahahhaa
Haduuuuh. Lucu sekali sistem politik Indonesia. Seorang calon Gubernur tidak paham soal aksi dari visi misinya.
Eh bukan lucu, tapi berbahaya. Ini tidak boleh ditiru. Seorang yang tidak paham apa-apa kemudian diajak jadi Gubernur, ini jelas kemunduran sistem demokrasi kita.
Saya tidak ingin maklum dengan Agus yang memang tidak memiliki pengalaman menjadi birokrat. Thats was another long story. Tapi ketika dia mencalonkan diri, seharusnya sudah tau apa saja yang akan dilakukan.
Tak perlu menjadi Cagub, saya saja kalau ditanya apa yang akan saya lakukan untuk mengatasi macet kalau memimpin Jakarta? pasti saya jawab dengan jelas akan menambah rute KRL agar. Menambah stasiun sampai terhubung ke seluruh pelosok Jakarta. Saling terhubung dengan MRT, Monorail dan KRL. Membangun stasiun di setiap lokasi wisata atau pusat belanja yang ramai pengunjung.
Subsidi bus yang bagus bus kota Kopaja, mengganti semua armadanya dengan bus baru yang sesuai standar kota modern. Subsidi semua sopir Kopaja untuk memastikan bus tidak ngetem dan membuat kemacetan.
Semua sistem pembayaran akan menggunakan kartu touch and go dan diletakkan di bus. Touch setiap naik dan turun. Akumulasi ongkos berdasarkan jarak tempuh.
Ehem ehem….sayangnya saya bukan anaknya SBY. Jadi tak sempat memukau Najwa Shihab.
Pada intinya begitu. Program aksi adalah contoh kongkrit yang akan dilaksanakan untuk menangani suatu masalah. Kalau jawabannya hanya menambah, merevitalisasi dan sebagainya, saya pikir itu tidak kongkrit dan hanya cocok dimasukkan dalam daftar rencana kebutuhan administratif. Tapi kalau ditanya apa aksinya? Harus dijawab dengan jelas.
Jika untuk setingkat DKI saja ada Cagub yang tak paham visi misinya sendiri, berarti di daerah lain pasti jumlahnya lebih banyak. Dengan begitu menjadi masuk akal kenapa negara ini tidak maju-maju, karena pemimpin daerahnya sepertinya banyak yang tidak tau akan melakukan apa baik sebelum dan setelah menjabat.
Saya pikir dengan hadirnya Agus semalam di Mata Najwa, seharusnya menjadi inspirasi bagi DPR untuk merevisi UU Pilgub DKI. Harus orang yang pernah memimpin daerah, sebab ini ibu kota. Kalau daerah lain mungkin skopnya bisa pimpinan perusahaan, pimpinan organisasi dan sebagainya.
Sebab kalau dibiarkan seperti ini terus, bisa-bisa mahasiswi program sarjana tataboga semester satu dimajukan sebagai Gubernur juga, bukankah syarat beratnya hanya asal ada partai pengusung?
sumber : seword.com